>
Berita  

Kafe Misterius di Aset Publik Eks Pasar Aksara Disorot, Adi Lubis: Hentikan Oligarki Berkedok Investasi!

Medan,Kincirnews.com || Pembangunan sebuah kafe di atas lahan eks Pasar Aksara, Kota Medan, memicu keprihatinan dan kritik tajam dari berbagai pihak. Ketua Umum TKN Kompas Nusantara sekaligus Ketua Umum Pagar Unri Prabowo-Gibran, Adi Warman Lubis, menilai proyek tersebut sebagai bentuk penguasaan aset publik oleh segelintir elit dengan dalih investasi.

“Ini bukan tanah pribadi, ini aset publik. Tapi proses pembangunannya seperti proyek siluman—tanpa papan informasi, tanpa PBG, dan tahu-tahu sudah hampir rampung. Ini sangat mencurigakan!” tegas Adi Lubis saat diwawancarai wartawan, Selasa (27/5/2025).

Adi mengkritisi keras minimnya transparansi dan dugaan pelanggaran hukum dalam proyek tersebut. Tidak ditemukannya dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), menurutnya, menjadi bukti bahwa proyek ini sarat dengan kejanggalan.

“Kalau tidak ada PBG, berarti tidak ada kontribusi ke PAD. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga potensi kebocoran keuangan daerah. Publik punya hak tahu,” tegasnya lagi.

Tak hanya itu, Adi juga menyoroti potensi keterlibatan oknum elit yang diduga memanfaatkan kekuasaan untuk mengabaikan aturan hukum.

“Proyek rakyat kecil bisa dihentikan hanya karena IMB belum keluar. Tapi yang ini, walau banyak pelanggaran, terus berjalan mulus. Ini ketidakadilan yang nyata. Wajar kalau rakyat curiga ada permainan elit di belakangnya,” ujarnya geram.

Adi menyatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi ke Wali Kota Medan untuk meminta klarifikasi, namun hingga kini belum ada tanggapan. Karena itu, pihaknya akan menggelar aksi massa besar-besaran pada Senin, 2 Juni 2025.

“Aksi akan dipusatkan di Kantor Wali Kota Medan, DPRD Kota Medan, dan Satpol PP. Kami menuntut keterbukaan: siapa yang kasih izin, bagaimana prosesnya, dan siapa yang menikmati proyek ini,” tegasnya.

Ia juga mendesak DPRD Kota Medan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terbuka untuk meminta pertanggungjawaban pihak terkait di hadapan publik.

“Kalau memang proyek ini tidak memenuhi syarat administratif dan teknis, harus dihentikan dan diberikan sanksi tegas. Jangan biarkan hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah,” tutup Adi dengan nada lantang.

(Irena)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page