Medan,Kincirnews.com || Sidang perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam menuai sorotan tajam. Ketua Umum Tim Kompas Nusantara (TKN) sekaligus Ketua Umum Pagar Unri Prabowo-Gibran untuk NKRI, Adi Warman Lubis, melontarkan kritik keras terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hairita Desiana Harahap, S.H., yang disebutnya terlalu tergesa dalam membacakan tuntutan sebelum proses pembuktian rampung.
“Sidang baru digelar dua kali, tapi jaksa sudah membacakan rentut (rencana tuntutan) satu tahun enam bulan. Ini sangat janggal dan mencederai asas keadilan. Proses hukum seharusnya menghargai keterbukaan dan kelengkapan bukti, bukan dipaksakan,” ujar Adi Lubis kepada awak media, Selasa (27/5/2025).
Adi menilai jalannya persidangan tidak sesuai prosedur. Sebagai pelapor sekaligus pendamping korban, ia menyatakan tidak pernah menerima surat panggilan resmi dari kejaksaan maupun pengadilan. Kehadiran korban dan saksi, katanya, murni karena inisiatif pribadi, bukan berdasarkan panggilan hukum.
“Ini pelecehan terhadap hak korban. Di sidang pertama, korban sudah mengungkap kekerasan fisik dan psikis yang dialaminya selama bertahun-tahun. Bahkan pengakuan terdakwa soal penggunaan sabu dan judi online sudah terang-benderang. Tapi jaksa justru buru-buru mengeluarkan tuntutan. Ini tidak masuk akal,” tegasnya.
Adi juga mengaku sempat ingin menyampaikan keberatan di hadapan majelis hakim, namun diarahkan ke JPU dan malah ditegur. “Saya hanya ingin menyampaikan fakta yang belum tergali, bukan mengintervensi. Tapi dianggap menekan. Ini berbahaya bagi objektivitas hukum,” tambahnya.
Lebih jauh, Adi Lubis mendesak Kejaksaan Negeri, Kejati Sumut, Mahkamah Agung, hingga Presiden RI Prabowo Subianto untuk turun tangan dan memantau jalannya sidang yang menurutnya sarat kejanggalan ini.
“KDRT adalah kejahatan kemanusiaan, bukan sekadar urusan domestik. Jika hukum dijalankan tanpa nurani, rakyat harus bersuara. Saya tidak segan turun ke jalan jika keadilan diabaikan,” tegasnya.
Sidang lanjutan akan digelar pada Rabu (28/5/2025). Adi berharap ke depan, saksi-saksi kunci bisa dihadirkan guna memperkuat dakwaan dan membuka seluruh fakta atas kekerasan yang dialami korban.
“Masyarakat menanti bukti bahwa hukum masih berpihak pada kebenaran dan korban. Jangan biarkan keadilan dikubur oleh prosedur yang diputarbalikkan,” pungkasnya.
(Irena)












