Medan,Kincirnews.com || Dunia pers di Sumatera Utara kembali bergejolak. Kali ini, pernyataan mengejutkan datang dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) merangkap Kasi Humas Media DPRD Kota Medan, Ika Safitri. Ia menyatakan bahwa kerja sama media harus mendapat “restu” dari koordinator wartawan. Pernyataan ini langsung memantik amarah insan pers, karena dinilai melecehkan kebebasan dan independensi jurnalis.
Efendy Naibaho, wartawan senior yang dikenal kritis, menjadi pihak pertama yang mengecam keras pernyataan tersebut.
“Ini bukan cuma ngawur, tapi sudah melecehkan profesi wartawan. Humas bukan makelar proyek media!” seru Efendy, Rabu (16/4/2025).
Tak hanya itu, Efendy mendesak agar Sekretaris DPRD Kota Medan, M. Ali Sipahutar, S.STP., M.AP., dicopot dari jabatannya karena dinilai gagal menjaga netralitas dan profesionalitas dalam pengelolaan informasi publik.
“Kalau sekwan tak mampu netral, jangan salahkan publik bila mendesak pencopotan. Ini sistem yang rusak, dan harus dibenahi,” tegasnya.
Lebih jauh, Efendy meminta agar Dewan Pers bersama organisasi profesi jurnalis segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengusut dugaan praktik mafia informasi di tubuh DPRD Kota Medan.
“Ini bukan zaman kolonial. Tidak ada dasar hukum yang mengatur bahwa media harus minta izin koordinator wartawan. Ini akal-akalan yang harus disikat,” katanya lantang.
Efendy juga menyoroti istilah “wartawan unit” sebagai bentuk diskriminasi terselubung yang bertentangan dengan amanat Pasal 28F UUD 1945 dan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Roy Gultom: “Jangan Jadikan Humas Sebagai Alat Transaksi!”
Kecaman senada juga dilontarkan Ketua Forum Jurnalis Pemprovsu (FJP), Roy Syamsul Gultom. Ia menegaskan bahwa fungsi kehumasan harus tetap profesional dan netral.
“Humas itu jembatan informasi publik, bukan alat transaksi kepentingan kelompok. Kalau tidak bisa profesional, mundur!” tegas Roy saat ditemui di Kopi Koktong Medan.
Menurut Roy, pola pengelolaan informasi secara eksklusif justru menciptakan ruang gelap yang rawan praktik manipulatif dan transaksional.
“Kita hidup di era digital. Transparansi adalah harga mati. Bukan saatnya lagi sembunyi di balik istilah koordinasi untuk mengunci akses media,” ucapnya.
Roy juga mengajak seluruh elemen pers dan pejabat publik untuk menjaga kehormatan profesi, serta menolak segala bentuk praktik kotor yang merusak integritas jurnalistik.
(Louis Siahaan)












