KINCIR NEWS, Medan | Sidang komisi kode etik sesuai rujukan Surat Pengaduan nomor BPSKEPP/49/V/2022/Subbibwapprof tanggal 23 Mei 20022. Aiptu Mangiring Siahaan, SH Penyidik Pembantu Unit 5 Tipidsus Satreskrim Polretabes Medan dilaporkan atas lambatnya menangani laporan masyarakat.
Mangiring juga sebagai Penyidik tidak melakukan Konfrontir antara saksi dan Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH dan terlapor lainnya.
Notaris Fujiyanto diduga saat itu yang membuat Minut palsu no 8 tanggal 21 Juli 2008 tentang perjanjian Kesepakatan Bersama antara seorang ayah dan salah satu anaknya yang merugikan anak lain.
Menurut Longser Sihombing sebagai kuasa Hukum pelapor, Dalam keterangan persnya bahwa penyidik Mangiring dilaporkan dan di Sidang Kode Etik Profesional Polri, karena perilaku dugaan keberpihakan, penyalahgunaan wewenang, sengaja memperlambat Terbit Surat Perintah Penyidikan, tidak melaksanakan rekomendasi 2 x Gelar Perkara pada September 2020 yang menentukan 3 tersangka yaitu David Putra Negoro, Notaris Pujiyanto Ngariawan SH dan Lim Soen Liong.
Longser mengatakan jika sesuai keterangan Aiptu Mangiring Siahaan SH pada persidangan menerangkan pada bulan Juni 2020 diterbitkan Surat Perintah Penyidikan namun tidak dibuat Surat Pemberitahuan kapan dimulainya Penyidikan, pada tanggal 11 September 2020 diterbitkan SPDP ke Kejari Medan namun sampai dengan Maret 2021 hanya tersangka David Putra Negoro yang dipanggil dan diperiksa tersangka sedangkan tersangka Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH dan tersangka Lim Soen Lion tidak dipanggil oleh Kasat Reserse Kompol Firdaus saat itu.
Pada Oktober 2020 Penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka David Putra Negoro kemudian penahanan ditangguhkan karena sesuatu hal, karena hingga Oktober 2021 penyidik Kasat Reserse Kompol Firdaus dan kanit Pidsus AKP Arya Hindrawan tidak memanggil/tidak melakukan upaya paksa kepada tersangka Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH dan Lim Soen Liong alias Edi.
Penasehat Hukum Dr Longser Sihombing, SH, MH dkk meyurati Kapolri, maka tanggal 7 dan 8 September 2021 Tim Riksus Itwasum Mabes Polri Kombes Pol Thavip Dkk melakukan investigasi audit di Polrestabes Medan, selanjutnya dilakukan pemanggilan ke dua tersangka tersebut dan Oktober 2021 diterbitkan DPO an Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH dan Lim Soen Liong, namun diduga tidak dilakukan pencarian karena penyidik tidak memiliki “bukti” valid tindakan pencarian, apalagi setiap harinya kantor Notaris tersebut berada hanya 200 meter dari Polrestabes Medan yaitu di Jalan Sei Kera No 3 Medan Timur dan kantor tersebut setiap harinya melayani masyarakat.
“Tanpa terlebih dahulu diperiksa sebagai tersangka 2 orang DPO tersebut, Surat Kapolrestabes Medan Nomor : B/13416/lX/RES.1.9/2021 tanggal 30 September 2021 kepada Kapolda Sumut, hal mengirimkan Daftar Pencarian orang (DPO) tersangka Fujianto Ngariawan, S.H. Nomor DPO/272/WRES.1.9/2021/Reskrim tanggal 27 September 2021.
Namun, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Valentino Alva Tatareda melakukan Penghentian Penyidikan dengan alasan restoratif justice dan tidak cukup bukti.
“aneh dan sangat aneh bahwa DPO terbit berdasarkan Bukti yang cukup terbukti diterbitkan Sprint Sidik dan SPDP, panggil tersangka dan terbit DPO, dalam hal ini Penyidik sesuka hatinya menyatakan cukup bukti dan tidak cukup bukti.” papar Longser Sihombing mantan Kapolsek Pakpak Bharat.
Keterangan sebelumnya, yang mana para saksi menerangkan bahwa tidak pernah datang ke kantor Notaris Fujiyanto dan juga tidak pernah hadir di rumah almarhum Yong Tjin Boen dalam rangka sebagai penghadap untuk menandatangani serta membubuhi sidik jari pada Minut Akta Nomor 8 tanggal 21 Juli 2008 dibuat oleh Notaris Fujiyanto Ngariawan.
Pihak penghadap dalam akta yang diduga palsu tersebut yaitu Jong Tjin Bun (orangtua dari Sdra Jong Nam Liong dkk), Choe Jit Jeng (isteri ke 2 Jong Tjin), Jong Nam Liong, Mimiyanti, Jong Gwek Jan, Lim Soen Liong, David Putranegoro dan Suryati dalam hal ini juga bahwa Choe Jit Jeng mewakili 3 orang anak kandung bemama Juliana, Denny dan Winnie, masing-masing bertempat tinggal di Amerika dan Singapore.
Materi Perjanjian Kesepakatan Bersama dugaan kepalsuan Minut Akta dan Salinan Akta Nomor 8 tanggal 21 Juli 2008 adalah pembagian secara persentase sebanyak 21 (dua puluh satu) bidang tanah dan rumah toko dengan alas hak Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak MIIik (SHM) masing-masing kepemilikan atas nama 6 (enam) orang yaitu Jong Nam Liong, Mimiyanti, Jong Gwek Jan, Juliana, Denni dan Winni dan sampai saat ini kepemilikan tidak beralih atau dialihkan kepada orang lain.
“Pada Minut akta no 8 tanggal 21 Juli 2008 diduga palsu itu disebutkan nama dalam akta berada di Medan hadir di Kantor Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH, adalah kebohongan keadaan palsu, karena pada saat itu mereka berada di Rumah Sakit Mounth Elisabeth Singapore dibuktikan dengan Medical Record almarhum Yong Tjin Boen, paspor dan keterangan perlintasan luar Negeri Yong Tjin Boen diterbitkan oleh Dirjen Imigrasi. Nah dalam hal ini apakah minut akta 8 yang palsu atau paspor, medical record dan surat perlintasan ? , silahkan publik yang menilai.” Terang Longser.
Longser Sihombing dari Kantor Hukum Hadi Yanto & Rekan mewakili kliennya bernama Jong Nam Liong, Mimiyanti, dan Jong Gwek Jan, yang dalam hal ini menjadi korban dari perkara dugaan akta palsu menghadiri Sidang Komisi Kode Etik Polri pertama di Polrestabes Medan, Kamis (02/02/2023).
Longser berharap kasus itu dibuka kembali dan dikaji.
HIngga berita ini terbit, Awak media belum mendapat keterangan dari Pihak yang disebut oleh Kuasa hukum pelapor.
(Red..)